Djokjakarta

Sunday 25 January 2015

Sejarah Batalion V Andjing Nica


       Ketika ‘masa bersiap’ mencekam banyak orang Eropa maupun Ambon dan Menado. Nyawa mereka terancam oleh kacaunya revolusi Indonesia yang diwarnai kebencian kepada hal-hal berbau Belanda, termasuk orang-orang Belanda dan semacamnya. Tidak heran jika banyak orang-orang Belanda dan Ambon pro Belanda menaruh dendam atas kebencian orang-orang Indonesia di kemudian hari. Dua bulan, antara September hingga November, setidaknya menjadi masa mengerikan bagi beberapa orang itu.
      Istilah Andjing NICA lebih banyak diketahui orang sebagai julukan atau stigma kepada orang-orang Indonesia pro Belanda. NICA sendiri adalah pemerintahan sipil di Hindia Belanda. Sebuah badan untuk mengambil-alih kembali kekuasaan belanda atas Hindia Belanda sebagai bagian dari republik Indonesia. Orang Indonesia pro Belanda tersebut biasanya, orang-orang pribumi/Indonesia yang menjadi pegawai sipil maupun militer pada pemerintah Hindia Belanda.
      Melihat kondisi tersebut Kapten JC Pasqua membentuk Batalyon Infantri V Knil dibekas gedung KMA di Cimahi Bandung yang merupakan mantan para tahanan tentara Jepang di Cimahi pada 02 November 1945.
      Terbentuknya batalyon V dianggap bisa menjadi solusi mereka. Dengan bersenjata dan berpasukan, mereka bisa menjaga diri dan terlepas dari rasa takut atas serangan kekacauan revolusi. Masa mencekam itu segera tertutup oleh rasa benci tak terhingga pada orang-orang Indonesia pro-kemerdekaan 17 Agustus 1945.
       Batalyon V bertempur dengan ganasnya. Banyak bekas pejuang kemerdekaan mengetahui betapa mengerikannya pasukan ini jika bertempur. Pasukan ini menyebut dirinya sebagai Andjing NICA. Lambang badge atau emblem kebanggan mereka adalah logo anjing galak berwarna merah. Batalyon ini terlibat dalam beberapa serangan militer Belanda ke Jawa Tengah. Di seragamnya, mereka selalu menuliskan kata “Andjing NICA”. Masyarakat Indonesia kemudian lebih mengenal pasukan ini sebagai Andjing NICA!!, julukan mengerikan sekaligus sarat ejekan.

Kompi dari Brigade Infantri V mengenakan Cie yang berwarna berbeda untuk menunjukan asal mereka yaitu :

    Cie berwarna Hijau    : Eropa
    Cie berwarna Merah : Ambon
    Cie berwarna Biru     : Campuran
    Cie berwarna Hitam  : Timor

 Diterjunkan ke wilayah operasi militer :

    T.T.C Jawa Barat,
    T.T.C Jawa Tengah

Ditugaskan ke Brigade :

    Brigade W
    Brigade T

Operasi militer yang pernah dilaksanakan Batalyon Infantri V meliputi daerah :

    Bandung
    Cimahi
    Gombong
    Sumpiah
    Magelang
    Temanggung

Komandan Batalyon Infantri V antara lain :

    Kapten J. C. Pasqua 02 Desember 1945/12/02 s/d 21 Januari 1946
    Mayor Wilier 21 Januari 1946 s/d 02 Desemer 1946
    Mayor J.A. Scheffelaar 02 Desember 1946 s/d 05 Mei 1947
    Mayor A. van Zanten 05 Mei 1947 s/d 25 Juli 1949
    Mayor Loon 25 Juli 1949/07/25 s/d 13 Desember 13 Desember 1949
    A.E.J. Schlosmacher 13 Desember 1949

Jumlah pasukan yang tewas : 59 orang
Tanggal 15 April 1946, batalyon itu termasuk dalam Brigade V dan pindah ke Bandung Selatan. Malam sebelum aksi polisi pertama menarik cie. melalui Palin Tang ke Tandjoengsari jalan ke Cirebon membuka.

Agresi Militer Belanda I

Tanggal 18 Desember 1945, menguasai dari seluruh sektor di luar utara dari Cimahi diwarisi dari tentara Inggris. Ada pada saat itu pertempuran waktu yang berat.
Tanggal 21 Juli 1947, menarik Brigade V disertai batalyon melalui Sumedang ke Cirebon.
Tanggal 29 Juli 1947, adalah munculnya Brigade V lanjut dan dalam perjalanan berani melintasi Slamat pegunungan di selatan. Setelah pendudukan Poerbalingga, Poerwokerto dan jembatan di atas Serajoe.
Tanggal 3 Agustus 1947, dan terus ke arah Kroya Soempiah dan dorong sebelum gencatan senjata dengan pergi Gombong. Setelah tindakan, batalion itu ditempatkan di Gombong dengan posting ao Soempiah dan Poering. Akhir tahun 1947 melakukan bagian dari batalion tindakan di pantai selatan di arah Pangadaran Parigi. Tindakan lain yang besar, untuk Karanganjar, di mana sejumlah besar bahan peledak yang disimpan juga terjadi pada waktu itu.
Awal tahun 1948 batalyon itu dilengkapi oleh tentara dari Inf I terkait dengan demobilisasi dan cuti penyembuhan. Akhir tahun 1948, gejolak lagi.


Agresi Militer Belanda 2

Tanggal 19 Desember 1948, batalyon ditugaskan ke Brigade W. Ditugaskan untuk melatih dan wegcolonne adalah awal dari Gombong melalui Kebumen digunakan untuk Purworejo.
 Tanggal 21 Desember 1948, Magelang diduduki. Setelah melakukan aksi militer batalion berkemah untuk kemudian menyertakan Salaman, Purworejo, Temanggung dan Parakan.
Tanggal 22 Maret 1949, batalyon memperkuat Brigade Infantri IV. Di luar daerah setempat adalah batalyon aktif ao, Solo, Semarang, dan kemudian evakuasi Yogjakarta sebagai rute Evakuasi Command (CoCer).
Antara bulan Oktober dan Desember 1949 batalion mundur secara bertahap dari daerah sekitar Magelang 13 dan 17 Desember 1949 dipindahkan ke Kalimantan Timur.

Hingga datanglah KMB (Konferensi Meja Bundar) yang begitu menguntungkan Indonesia sebenarnya. Jadilah KNIL sebagai orang kalah secara politis. Ternyata kemenangan militer Belanda tidak diikuti kemenangan politis dalam diplomasi. Serdadu-serdadu KNIL lalu gelisah. Sebuah poin KMB adalah bahwa KNIL akan dimasukan dalam TNI. Padahal TNI adalah musuh KNIL selama hampir lima tahu revolusi Indonesia.
Pasca penandatangan KMB, 27 Desember 1949, pikiran mereka terganggu. Hingga dengan mudah diajak oleh jaringan Westerling untuk bertindak rusuh. Kekecewaan KNIL di Makassar pun tidak terbendung lagi. Sepasukan TNI yang terdiri dari satu batalyon pimpinan mayor Hein Worang dikirim ke Makassar. Pemerintah RI begitu bernafsu dan gegabah mengirimkan pasukan Worang. KNIL di Makassar itu menolak kedatangan pasukan pemerintah karena merekalah yang brwenang menjaga kota Makassar. Peristiwa Andi Azis tentu tidak akan terjadi jika pasukan TNI tidak dikirim kesana. Pemerintah harusnya bersbar dan menunda pasukan Worang mendarat. Karenanya, bentrokan KNIL dan TNI disana tidak bisa dihindari.

Agenda pembubaran KNIL 26 Juli 1950, tentu membuat banyak KNIL frustasi. Meski mereka diberi pilihan untuk masuk TNI atau masuk KL dan ikut ke Negeri Belanda. Selama masa penantian itu mereka biasa berbuat rusuh. Mereka begitu tempramentalnya dengan membuat keributan. Mereka tampak belum puas bertempur melawan tentara Indonesia. Sebelum KNIL dinyatakan bubar pada 26 Juli 1950, beberapa kerusuhan antara KNIL dan TNI kerap terjadi. Seperti di Bandung, Jakarta, Bogor, Makassar dan Malang. Di Jakarta, Bandung dan Bogor masih terkait dengan peristiwa Westerling.
 Pada tanggal 25 Juli 1950, Dirk Cornelis Buurman van Vreeden komandan KNIL menyerahkan markas besar KNIL ke Tentara Nasional Indonesia. Buurman adalah komandan KNIL terakhir menggantikan Simon Hendrik Spoor yang meninggal pada tanggal 25 Mei 1949.

Berdasarkan keputusan kerajaan tanggal 20 Juli 1950, maka pada 26 Juli 1950 pukul 00.00, setelah berumur sekitar 120 tahun, KNIL dinyatakan bubar.

Berdasarkan hasil keputusan Konferensi Meja Bundar, mantan tentara KNIL yang jumlahnya diperkirakan sekitar 60.000 yang ingin masuk ke "Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat" (APRIS) harus diterima dengan pangkat yang sama.

Jumlah orang KNIL dari Ambon diperkirakan sekitar 5.000 orang, yang sebagian besar ikut dibawa ke Belanda dan tinggal di sana sampai sekarang.

sumber :
CIC Leger Musium
Het Depot
Sumber-sumber lainnya

No comments:

Post a Comment